68 Tafsir Surat Al-Qalam Ayat 17-33 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

2:21 PM


Al-Qalam, ayat 17-33


إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20) فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ (28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29) فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)
Sesungguhnya Kami telah menguji mereka- (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari dan mereka tidak mengucapkan, "Insya Allah, " lalu kebun itu diliputi malapelaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari, "Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.” Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)." Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka, "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)?” Mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata, "Aduhai, celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas.” Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu, sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui.
Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan perihal orang-orang kafir Quraisy yang telah diberi anugerah oleh Allah kepada mereka berupa rahmat yang besar, dan Allah telah memberi mereka nikmat yang tak terperikan besarnya, yaitu dengan diutus-Nya Nabi Muhammad Saw. kepada mereka. Tetapi mereka membalas semuanya itu dengan mendustakan dia, menolaknya, dan memeranginya.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ}
Sesungguhnya Kami telah menguji mereka. (Al-Qalam: 17)
Yakni kaum musyrik Mekah, Kami uji mereka.
{كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ}
sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun. (Al-Qalam: 17)
Yaitu kebun-kebun yang mempunyai berbagai macam pohon-pohon yang berbuah, yang darinya dihasilkan berbagai macam jenis buah-buahan.
{إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ}
ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari. (Al-Qalam: 17)
Mereka telah bersumpah di antara sesamanya, bahwa mereka benar-benar akan memetik (memanen) buahnya di malam hari agar tiada seorang fakir pun mengetahuinya dan tiada seorang pun yang meminta-mintanya. Dengan demikian, maka hasilnya bertambah berlimpah bagi mereka, dan mereka tidak mau menyedekahkan sebagian darinya barang sedikit pun.
{وَلا يَسْتَثْنُونَ}
dan mereka tidak mengucapkan,  "Insya Allah, " (Al-Qalam: 18)
Yakni dalam sumpah mereka tidak disebutkan kata pengecualian yang dikembalikan kepada kehendak Allah, yaitu kalimat 'Insya Allah. 'Karena itulah maka Allah tidak memperkenankan sumpah mereka; untuk itu Allah Swt. berfirman dalam ayat berikutnya:
{فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ}
lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (Al-Qalam: 19)
Artinya, kebun mereka ditimpa oleh wabah dan bencana dari langit.
{فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ}
maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 20)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kebun itu menjadi hitam legam bagaikan malam yang gelap gulita. As Sauri dan As-Saddi mengatakan bahwa semisal dengan sawah yang telah dituai, yakni tinggal dedaunan dan bulir-bulirnya yang kering kerontang.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: ذُكِرَ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ الصَّبَّاحِ: أَنْبَأَنَا بِشْرُ بْنُ زَاذَانَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ صُبْحٍ عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِيَّاكُمْ وَالْمَعَاصِيَ، إِنَّ الْعَبْدَ لَيُذْنِبُ الذَّنْبَ فَيُحْرَمُ بِهِ رِزْقًا قَدْ كَانَ هُيِّئ لَهُ"، ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ} قَدْ حُرِمُوا خَير جَنّتهم بِذَنْبِهِمْ
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Ahmad ibnus Sabah, bahwa telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Zazan, dari Umar ibn uSabih, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan maksiat, karena sesungguhnya seseorang hamba melakukan perbuatan dosa, lalu ia benar-benar dihalangi dari rezeki yang telah disiapkan untuknya sebab perbuatan dosanya itu. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 19-20) Mereka telah dihalangi dari kebaikan yang dihasilkan dari kebun mereka disebabkan dosa mereka.
*******************
{فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ}
lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari. (Al-Qalam: 21)
Yakni ketika fajar telah menyingsing, sebagian dari mereka memanggil sebagian yang lainnya untuk pergi guna memanen hasil kebun mereka.
{أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ}
"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.” (Al-Qalam: 22)
Maksudnya, jika kalian hendak memanen buahnya. Mujahid mengatakan bahwa pohon yang ditanam oleh mereka adalah buah anggur.
{فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ}
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. (Al-Qalam: 23)
Yaitu dengan saling berbicara di antara sesama mereka dengan suara yang pelan-pelan agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh orang lain.
Kemudian Allah Swt. Yang Mengetahui semua rahasia dan apa yang dibisikkan oleh mereka dengan sesamanya menjelaskan apa yang mereka perbincangkan dalam pembicaraan mereka yang berbisik-bisik itu, melalui firman berikutnya:
{فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ}
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” (Al-Qalam: 23-24)
Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, bahwa jangan kamu biarkan hari ini seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.
Allah Swt. berfirman, menceritakan keberangkatan mereka:
{وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ}
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). (Al-Qalam: 25)
Yakni mereka pergi dengan langkah yang tegap dan cepat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin). (Al-Qalam: 25) Mereka berangkat dengan langkah penuh keyakinan dan kesungguhan.
Menurut Ikrimah, dengan langkah yang disertai dengan rasa kemarahan.
Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna firman-Nya: dengan niat menghalangi. (Al-Qalam: 25) Yaitu agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin.
Menurut As-Saddi, Hard adalah nama kota tempat tinggal mereka, tetapi tafsiran As-Saddi ini terlalu jauh menyimpang.
{قَادِرِينَ}
padahal mereka mampu (menolong orang-orang miskin itu). (Al-Qalam: 25)
Yakni mampu untuk memanen hasil kebunnya menurut dugaan dan sangkaan mereka.
{فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ}
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan). (Al-Qalam: 26)
Ketika mereka sampai di kebun mereka dan telah menyaksikannya dengan mata kepala mereka sendiri dalam keadaan seperti -apa yang telah digambarkan oleh Allah Swt. sebelumnya. Yaitu kebun yang tadinya tampak hijau, subur, lagi banyak buah-buahannya, kini telah menjadi hitam legam seperti malam yang gelap gulita, tiada sesuatu pun yang dapat diambil manfaatnya dari kebun itu. Maka mereka berkeyakinan bahwa jalan yang mereka tempuh itu sesat, dan bukan jalan menuju kebun mereka. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّا لَضَالُّونَ}
Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan) (Al-Qalam: 26)
Yakni kita telah menempuh jalan yang keliru, bukan menempuh jalan yang menuju ke arah kebun kita. Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Kemudian mereka menyadari akan kekeliruan dugaan mereka dan mereka merasa yakin bahwa itu adalah kebun mereka sendiri. Karena itulah mereka mengatakan:
{بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ}
bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).(Al-Qalam: 27)
bahkan memang inilah kebun kita, tetapi kita tidak beruntung dan tidak mendapatkan hasil apa pun darinya.
{قَالَ أَوْسَطُهُمْ}
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka. (Al-Qalam: 28)
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Muhammad ibnu Ka'b, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ad-Dahhak, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seorang yang paling bijaksana dan paling baik dari mereka.
{أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ}
Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (Al-Qalam: 28)
Mujahid, As-Saddi, dan Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu)? (Al-Qalam: 28) Yakni mengapa kalian tidak mengucapkan insya Allah sebelumnya?
As-Saddi mengatakan bahwa istisna mereka di masa itu berupa tasbih.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah ucapan seseorang insya Allah.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah seseorang yang paling bijaksana dari mereka mengatakan, "Mengapa kalian tidak bertasbih kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia limpahkan dan Dia berikan kepada kalian?"
{قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ}
Mereka mengucapkan,  "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Qalam: 29)
Maka barulah mereka menunaikan ketaatan di saat tiada gunanya lagi upaya mereka, kini mereka menyesali perbuatan mereka di saat nasi telah menjadi bubur.
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلاوَمُونَ}
"Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. (Al-Qalam: 29-30)
Yaitu sebagian dari mereka mencela sebagian yang lain atas sikap mereka yang bersikeras tidak mau memberi kaum fakir miskin dari hasil panen mereka. Maka tiadalah jawaban sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain kecuali mengakui kesalahan dan dosa mereka sendiri.
{قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ}
Mereka berkata, "Aduhai, celakalah kita, sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas." (Al-Qalam: 31)
Yakni kami benar telah berbuat kesalahan, berbuat aniaya, dan melampaui batas sehingga kita tertimpa musibah ini.
{عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ}
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (Al-Qalam: 32)
Menurut suatu pendapat, mereka menginginkan dengan kesadaran dan tobat mereka itu agar diberi ganti dengan kebun yang lebih baik di dunia ini. Dan menurut pendapat yang lain, mereka mengharapkan pahala dari Allah di negeri akhirat. Hanya Allah-lah Yang lebih Mengetahui.
Kemudian sebagian ulama Salaf menyebutkan bahwa mereka adalah penduduk negeri Yaman. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa mereka dari suatu kota yang dikenal dengan nama Darwan, terletak enam mil dari kota Sana'. Menurut pendapat yang lainnya lagi, mereka adalah penduduk negeri Habsyah, dan bahwa bapak moyang mereka telah mewariskan kebun itu kepada mereka, dan mereka adalah dari golongan Ahli Kitab. Di masa lalu bapak moyang mereka mempunyai perjalanan hidup yang baik dalam mengolah kebunnya. Dari hasilnya mereka mengembalikan sebagiannya untuk pengolahan kebun itu sendiri sesuai dengan keperluannya, dan sebagian yang lainnya mereka simpan buat makan setahun anak-anak mereka, sedangkan sisanya mereka sedekahkan. Ketika bapak mereka meninggal dunia, lalu kebun itu diwarisi oleh anak-anaknya. Maka berkatalah anak-anaknya, "Sesungguhnya bapak kita dahulu bodoh, karena dia telah membelanjakan sebagian dari hasil kebun ini untuk kaum fakir miskin. Maka seandainya kita hentikan pembelanjaan itu, niscaya akan bertambah melimpahlah hasil yang kita peroleh nanti." Tatkala mereka bertekad untuk melaksanakan niatnya, maka dihukumlah mereka dengan kebalikan dari apa yang mereka perkirakan. Allah melenyapkan dari tangan mereka semua modal mereka, keuntungan dan sedekah yang biasanya dikeluarkan, semuanya ludes, tiada sesuatu pun yang tersisa bagi mereka.
*******************
Allah Swt. berfirman:
{كَذَلِكَ الْعَذَابُ}
Seperti itulah azab (di dunia). (Al-Qalam: 33)
Yakni seperti itulah azab bagi orang yang menentang perintah Allah dan bersikap kikir terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya dan apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya, menghalangi hak kaum fakir miskin dan orang-orang yang memerlukan bantuannya, menukar nikmat Allah dengan kekafiran terhadap-Nya.
{وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}
Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (Al-Qalam: 33)
Artinya, itulah siksaan dunia sebagaimana yang kamu dengar, dan azab akhirat jauh lebih berat daripada itu.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi melalui jalur Ja'far ibnu Muhammad ibnu Ali ibnul Husain ibnu Ali ibnu AbuTalib, dari ayahnya, dari kakeknya telah disebutkan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْجِدَادِ بِاللَّيْلِ، وَالْحَصَادِ بِاللَّيْلِ
Bahwa Rasulullah Saw. telah melarang memetik hasil buah di malam hari dan melakukan panen di malam hari.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »