Loading...
Showing posts with label 066 AT-TAHRIM. Show all posts
Showing posts with label 066 AT-TAHRIM. Show all posts

66 Surat At-Tahrim - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

4:56 PM Add Comment


66. SURAT AT-TAHRIM


تَفْسِيرُ سُورَةِ التَّحْرِيمِ

(Mengharamkan)

Madaniyyah, 12 ayat Turun sesudah Surat Al-Hujurat

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

66 Tafsir Surat At-Tahrim Ayat 1-5 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

4:55 PM Add Comment


At-Tahrim, ayat 1-5


{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (1) قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ وَاللَّهُ مَوْلاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (2) وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ (3) إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (4) عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (5) }
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala(Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafsah dengan Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah), lalu Hafsah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal itu kepadamu?” Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadamu dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan asbabun nuzul yang melatarbelakangi penurunan permulaan surat At-Tahrim ini.
Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Mariyah Al-Qibtiyyah, lalu Rasulullah Saw. mengharamkannya bagi dirinya (yakni tidak akan menggaulinya lagi). Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? (At-Tahrim: 1), hingga akhir ayat.
Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. mempunyai seorang budak perempuan yang beliau gauli, lalu Siti Aisyah dan Siti Hafsah terus-menerus dangan gencarnya menghalang-halangi Nabi Saw. untuk tidak mendekatinya lagi hingga pada akhirnya Nabi Saw. mengharamkan budak itu atas dirinya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abdur Rahim Al-Burfi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan, telah menceritakan kepadaku Zaid ibnu Aslam, bahwa Rasulullah Saw. menggauli ibu Ibrahim di rumah salah seorang istri beliau Saw. Maka istri beliau Saw. berkata, "Hai Rasulullah, teganya engkau melakukan itu di rumahku dan di atas ranjangku." Maka Nabi Saw. mengharamkan ibu Ibrahim itu atas dirinya. Lalu istri beliau Saw. bertanya, "Hai Rasulullah, mengapa engkau haramkan atas dirimu hal yang halal bagimu?" Dan Nabi Saw. bersumpah kepada istrinya itu bahwa dia tidak akan menggauli budak perempuannya itu lagi. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya atas dirimu? (At-Tahrim: 1)
Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ucapan Nabi Saw., "Engkau haram bagiku," adalah lagwu (tiada artinya). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid, dari ayahnya.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا ابْنِ وَهْبٍ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، قَالَ: قُلْ لَهَا: "أَنْتِ عليَّ حَرَامٌ، وواللَّهِ لَا أطؤك".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa Nabi Saw. berkata kepada ibu Ibrahim: Engkau haram atas diriku. Demi Allah, aku tidak akan menggaulimu.
Sufyan As-Sauri dan Ibnu Aliyyah telah meriwayatkan dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melakukan sumpah ila dan mengharamkan budak perempuannya itu atas dirinya. Lalu beliau Saw. ditegur melalui surat At-Tahrim dan diperintahkan untuk membayar kifarat sumpahnya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan hal yang semisal telah diriwayatkan dari Qatadah dan lain-lainnya, dari Asy-Sya'bi. Hal yang semisal telah dikatakan pula oleh bukan hanya seorang dari ulama salaf, antara lain Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan. Al-Aufi telah meriwayatkan kisah ini dari Ibnu Abbas secara panjang lebar.
Ibnii Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab, "Siapakah kedua wanita itu?" Umar ibnul Khattab menjawab, "Keduanya adalah Aisyah dan Hafsah." Permulaan kisahnya ialah berkenaan dengan ibu Ibrahim (yaitu Mariyah Al-Ojibtiyyah). Nabi Saw. menggaulinya di rumah Hafsah di hari gilirannya, maka Hafsah mengetahuinya, lalu berkata, "Hai Nabi Allah, sesungguhnya engkau telah melakukan terhadapku suatu perbuatan yang belum pernah engkau lakukan terhadap seorang pun dari istri-istrimu. Engkau melakukannya di hari giliranku dan di atas peraduanku." Maka Nabi Saw. menjawab: Puaskah engkau bila aku mengharamkannya atas diriku dan aku tidak akan mendekatinya lagi? Hafsah menjawab, "Baiklah." Maka Nabi pun mengharamkan dirinya untuk menggauli Mariyah, Nabi Saw. bersabda, "Tetapi jangan kamu ceritakan hal ini kepada siapa pun." Hafsah tidak tahan, akhirnya ia menceritakan kisah itu kepada Aisyah. Maka Allah Swt. menampakkan (memberitahukan) hal itu kepada Nabi Saw., dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? (At-Tahrim, 1) hingga beberapa ayat sesudahnya. Maka telah sampai kepada kamu suatu berita yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. membayar kifarat sumpahnya dan kembali menggauli budak perempuannya itu.
Al-Haisam ibnu Kulaib mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Qilabah alias Abdul Malik ibnu Muhammad Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepada Hafsah:Janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun, dan sesungguhnya ibu Ibrahim haram atas diriku. Hafsah bertanya, "Apakah engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu?" Nabi Saw. bersabda, "Demi Allah, aku tidak akan mendekatinya lagi." Dan Nabi Saw. tidak mendekatinya lagi sampai Hafsah menceritakan peristiwa itu kepada Aisyah. Maka Allah menurunkan firman-Nya:Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. (At-Tahrim: 2)
Sanad hadis ini sahih, tetapi tiada seorang pun dari Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mustakhraj.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwa-i yang mengatakan bahwa Yahya menulis surat kepadanya menceritakan hadis yang ia terima dari Ya’la ibnu Hakim, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan ucapan pengharaman terhadap seorang istri, bahwa itu merupakan sumpah yang dapat dihapus dengan membayar kifaratnya. Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21) Yakni Rasulullah Saw. pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu. (At-Tahrim: 2) Maka beliau Saw. membayar kifarat sumpahnya, dan menjadikan kata pengharamannya itu sebagai sumpah yang telah dia hapuskan dengan membayar kifaratnya.
Imam Bukhari meriwayatkannya dari Mu'az ibnu Fudalah, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Hakim alias Ya'la dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dalam kasus pengharaman yang halal ada kifaratnya karena dianggap sebagai sumpah. Dan Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21)
Demikianlah menurut riwayat Imam Muslim dari hadis Hisyam Ad-Dustuwa-i dengan sanad yang sama.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdus Samad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yakni Ibnu Yazid), telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki itu bertanya, "Sesungguhnya aku telah mengharamkan istriku atas diriku." Ibnu Abbas menjawab, "Engkau dusta, dia tidak haram atas dirimu." Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) Kamu harus membayar kifarat yang terberat, yaitu memerdekakan budak. Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur ini dengan lafaz yang sama.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Zakaria, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Muslim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) Bahwa Rasulullah Saw. pernah mengharamkan budak perempuannya atas dirinya. Berangkat dari pengertian ini maka ada sebagian ulama fiqih yang mengatakan bahwa diwajibkan membayar kifarat bagi seseorang yang mengharamkan budak perempuannya, atau istrinya, atau suatu makanan atau suatu minuman atau suatu pakaian atau sesuatu yang lain yang diperbolehkan. Ini menurut mazhab Imam Ahmad dan segolongan ulama.
Imam Syafii berpendapat bahwa tidak wajib baginya membayar kifarat apa pun kecuali dalam kasus pengharaman terhadap istri atau budak perempuan, jika yang bersangkutan mengharamkan diri keduanya dengan jelas, atau memutlakkan pengharamannya terhadap keduanya, menurut suatu pendapat di kalangan mazhabnya. Adapun jika seorang lelaki dalam pengharamannya itu berniat menceraikan istrinya atau memerdekakan budak perempuannya, maka berlakukan hal itu terhadap keduanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepadaku Hafs ibnu Umar Al-Adni, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepadaku Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan wanita yang menghibahkan (menyerahkan) dirinya untuk dinikahi oleh Nabi Saw. Tetapi hal ini merupakan pendapat yang garib.
Pendapat yang benar menyatakan bahwa hal ini terjadi berkenaan dengan pengharaman Nabi Saw. terhadap madu (putih), sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Yusuf, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa dahulu Nabi Saw. suka minum madu (putih) di rumah Zainab binti Jahsy, lalu tinggal bersamanya di rumahnya. Maka aku (Aisyah) dan Hafsah sepakat untuk melakukan suatu tindakan, bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua beliau Saw. masuk, maka hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Engkau telah makan magafir (madu putih yang rasanya enak, tetapi baunya tidak enak), karena sesungguhnya aku mencium bau magafir darimu." Maka Nabi Saw. bersabda:
"لَا وَلَكِنِّي كُنْتُ أَشْرَبُ عَسَلًا عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحش، فَلَنْ أَعُودَ لَهُ، وَقَدْ حَلَفْتُ لَا تُخْبِرِي بِذَلِكَ أَحَدًا"، {تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ}
Tidak, tetapi aku baru saja meminum madu biasa di rumah Zainab binti Jahsy, maka aku tidak akan meminumnya lagi; dan sesungguhnya aku telah bersumpah untuk itu, maka janganlah engkau ceritakan hal ini kepada siapa pun. Maka Allah menurunkan firman-Nya: kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu. (At-Tahrim: 1)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini dengan lafaz sebagaimana yang tersebut di atas.
Dan di dalam Kitabul Aiman dan Nuzur Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Ata mengira dirinya pernah mendengar Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa ia pernah mendengar Siti Aisyah bercerita bahwa Rasulullah Saw. dahulu suka tinggal di tempat Zainab binti Jahsy dan minum madu di rumahnya. Maka Aku (Aisyah dan Hafsah) mengadakan kesepakatan bahwa kepada siapa pun di antara kami berdua Nabi Saw. menggilirnya, hendaklah ia mengatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku mencium darimu baumagafir, engkau pasti telah makan magafir.' Lalu Nabi Saw. menggilir salah seorang dari keduanya, maka istri yang digilirnya mengatakan kepadanya hal tersebut, lalu Nabi Saw. berkata kepadanya: Tidak, bahkan aku hanya minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, dan aku tidak akan meminumnya lagi. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu? (At-Tahrim: 1) sampai dengan firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) (At-Tahrim: 4)  Kamu berdua ini ditujukan kepada Aisyah dan Hafsah. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa (At-Tahnm: 3) ' Ini karena ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Tidak, aku telah minum madu.
Ibrahim ibnu Musa, dari Hisyam, mengatakan bahwa sabda Nabi Saw tersebut ialah: Dan aku tidak akan mengulanginya lagi; sesungguhnya aku telah bersumpah (untuk tidak mengulanginya lagi), maka janganlah engkau ceritakan kepada siapa pun.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Talaq dengan sanad yang sama dan lafaz yang mirip dengan hadis di atas.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa magafir mirip dengan getah yang terdapat pada batang kayu, getah ini rasanya manis. Bila dikatakan agfarar ramsu artinya batang kayu itu mengeluarkan getahnya. Bentuk tunggalnya ialah magfur, ada juga yang mengatakan magafir. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Jauhari, bahwa adakalanya getah yang dimaksud berasal dari pohon aysr, sammam, salam, dan talh. Al-Jauhari mengatakan bahwa ar-rimsi adalah sejenis semak yang sering dimakan oleh ternak unta. Al-Jauhari mengatakan bahwa 'urfut adalah nama sebuah pohon dari jenis pohon 'udah yang biasa mengeluarkan getah putih yang disebut magfur.
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Talaq, bagian dari kitab sahihnya, dari Muhammad ibnu Hatim, dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah dengan sanad yang sama, sedangkan lafaznya sama dengan apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabul Aiman wan Nuzur.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitabut Talaq-nya, bahwa telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Saw. menyukai manisan dan madu. Tersebutlah pula bahwa apabila beliau selesai dari salat Asarnya selalu mampir di rumah istri-istri beliau, lalu mendekati salah seorang dari mereka. Dan beliau masuk ke dalam rumah Siti Hafsah binti Umar, lalu tinggal di dalam rumahnya dalam waktu yang lebih lama dari istri-istri lainnya. Hal ini menimbulkan kecemburuan pada istri beliau yang lainnya. Kemudian Aisyah r.a. menanyakan hal tersebut, maka dijawab bahwa Hafsah menerima hadiah dari kaumnya berupa semangkuk madu, maka Hafsah memberikan sebagian darinya sebagai sajian minuman. Aku (Aisyah) berkata, "Ingatlah, demi Allah, kami benar-benar akan membuat tipu daya terhadapnya (Nabi)." Kemudian kukatakan kepada Saudah binti Zam'ah, "Sesungguhnya Nabi Saw. akan mendekatimu. Dan bila beliau mendekatimu, katakanlah kepadanya bahwa engkau telah minum magafir. Maka pasti beliau akan menjawabmu, 'Tidak.' Bila demikian, maka katakanlah kepada beliau, 'Lalu bau apakah ini?' Dan beliau pasti akan mengatakan kepadamu, 'Hafsah telah memberiku minuman madu.' Maka jawablah olehmu, 'Rupanya lebahnya telah mengisap getah kayu 'urfut,' dan aku pun akan mengatakan hal yang sama kepada beliau. Dan engkau juga, hai Safiyyah, katakanlah kepada beliau kalimat yang sama." *
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, Saudah mengatakan bahwa demi Allah tidak lama kemudian Rasulullah Saw. muncul di depan pintu rumahnya, maka dengan serta merta aku hendak mengatakan apa yang diajarkan olehku kepadanya karena dia merasa takut kepadaku. Dan ketika Rasulullah Saw. mendekatinya, Saudah langsung bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah makan magafir?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak." Saudah bertanya lagi, "Lalu bau apakah ini yang aku cium darimu?" Maka Nabi Saw. berterus terang kepadanya, "Hafsah telah memberiku minuman madu." Saudah berkata, "Kalau begitu, berarti lebahnya telah mengisap sari getah pohon 'urfut (yang menghasilkan magafir)!"
Ketika Nabi Saw. datang kepada giliranku, maka kukatakan kepadanya hal yang sama. Dan ketika sampai di rumah Safiyyah, maka Safiyyah pun mengatakan hal yang sama.
Kemudian di lain hari ketika Nabi Saw. mendatangi Hafsah, Hafsah menawarkan kepadanya, "Maukah engkau kusuguhkan minuman madu?" Nabi Saw. menjawab, "Aku tidak memerlukannya lagi." Lalu Saudah berkata, "Demi Allah, beliau pasti telah mengharamkannya atas dirinya." Maka aku katakan kepadanya, "Diamlah kamu!" Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari.
Imam Muslim telah meriwayatkannya dari Suwaid ibnu Sa'id, dari Ali ibnu Mis-har dengan sanad yang sama, juga dari Abu Kuraib, Harun ibnu Abdullah, dan Al-Hasan ibnu Bisyr; ketiganya dari Abu Usamah Hammad ibnu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah dengan sanad yang sama.
Dan dalam riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. adalah seorang yang merasa sangat tidak enak (tidak suka) bila dari dirinya tercium bau yang tidak enak. Yang dimaksud dengan bau yang tidak enak ialah bau yang busuk. Karena itulah mereka mengatakan, "Engkau telah makan magafir" mengingat bau magafir tidak enak. Dan ketika Nabi Saw. menjawab, "Tidak, aku hanya minum madu." Mereka (istri-istri beliau) menjawab, "Barangkali lebahnya mengisap getah pohon 'urfut," yang getahnya menghasilkan magafir. Karena itulah maka baunya terasa di madu yang diminumnya.
Al-Jauhari mengatakan bahwa jarasatin nahlu al-'urfuta artinya lebah itu mengisap sari getah 'urfut. Karena itulah maka lebah disebut pula dengan istilah jawaris. Seorang penyair mengatakan:
تَظَلّ عَلَى الثَّمْرَاء مِنها جَوَارسُ ...
Lebah-lebah itu mengerumuni salah satu dari pohon-pohon yang berbuah.
Dikatakan sami'tu jarasat tairi artinya aku telah mendengar suara patukannya pada sesuatu yang dimakannya. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"فَيَسْمَعُونَ جَرْشَ طَيْرِ الْجَنَّةِ"
Maka mereka mendengar suara patukan burung surga.
Al-Asmu'i mengatakan bahwa ia berada di majelis pengajian Syu'bah, lalu ia mengatakan, "Maka mereka mendengar suara patukan burung surga," kata al-jaras diungkapkannya dengan jarasy memakai syin. Maka aku mengatakan jaras, lalu ia menoleh ke arahku dan berkata, "Turutilah apa katanya, karena sesungguhnya dia lebih mengetahui hal ini daripada aku."
Tujuan mengungkapkan riwayat ini untuk menjelaskan bahwa berdasarkan riwayat ini istri yang memberi Nabi Saw. madu adalah Hafsah.
Hal ini diriwayatkan melalui jalur Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari bibinya (yaitu Siti Aisyah).
Tetapi menurut hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ubaid ibnu Umair, dari Aisyah, disebutkan bahwa istri yang memberi minum madu itu adalah Siti Zainab binti Jahsy. Dan sesungguhnya sesudah itu Aisyah dan Hafsah mengadakan kesepakatan untuk memprotes Nabi Saw. atas perlakuannya itu; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Adakalanya dikatakan bahwa kedua peristiwa ini terjadi, dan tidak mustahil pula bila memang benar terjadi. Tetapi bila dikatakan bahwa keduanya merupakan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, masalahnya masih perlu diteliti lagi; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa kedua istri yang melakukan protes itu adalah Aisyah dan Hafsah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Abu Saur, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sudah lama ia ingin menanyakan kepada Umar r.a. tentang dua orang wanita dari kalangan istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan). (At-Tahrim: 4) Hingga ketika Umar mengerjakan haji dan aku ikut haji bersamanya. Di tengah perjalanan Umar menepi, lalu aku pun menepi pula bersamanya dengan membawa wadah air, kemudian Umar membuang air besar. Setelah itu Umar datang kepadaku, maka kutuangkan kepadanya air, dan Umar berwudu dengannya. Lalu kutanyakan kepadanya, "Wahai Amirul Mu’minin, siapakah dua orang wanita dari istri-istri Nabi Saw. yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.: Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) (At-Tahrim: 4)?"
Maka Umar berkata, "Pertanyaanmu aneh, hai Ibnu Abbas." Az-Zuhri memberi komentar, bahwa demi Allah, Umar tidak suka dengan pertanyaan itu, (sebab anaknya sendiri —yaitu Hafsah— terlibat), sedangkan ia tidak boleh menyembunyikannya (bila ada yang bertanya). Akhirnya Umar menjawab, "Aisyah dan Hafsah."
Kemudian Umar melanjutkan kisahnya dengan panjang lebar, "Dahulu kami orang-orang Quraisy adalah suatu kaum yang tidak memberi kesempatan kepada wanita untuk berperan. Dan ketika kami tiba di Madinah, kami jumpai suatu kaum yang kaum wanita mereka mempunyai peran. Akhirnya kaum wanita kami setelah bergaul dengan kaum wanita mereka belajar dari mereka."
Umar melanjutkan kisahnya bahwa tempat tinggalnya berada di perkampungan Bani Umayyah ibnu Zaid, yaitu di tempat yang tinggi. Umar melanjutkan bahwa pada suatu hari ia marah terhadap istrinya, tetapi tiba-tiba istrinya itu melawannya sehingga Umar kaget melihat sikapnya yang demikian, ia tidak menyukai sifat tersebut. Istrinya menjawab, "Mengapa engkau merasa kaget bila aku berani melawanmu. Demi Allah, sesungguhnya istri-istri Rasulullah Saw. sendiri berani melawan beliau, bahkan salah seorang dari mereka berani tidak berbicara dengan beliau hari ini sampai malam harinya."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia pergi dan masuk ke dalam tempat Hafsah (putrinya), lalu bertanya kepadanya, "Apakah engkau telah berani menentang Rasulullah?" Hafsah menjawab, "Ya." Umar berkata, "Apakah benar ada seseorang dari kalian yang mendiamkan beliau hari ini sampai malam harinya?" Hafsah menjawab, "Ya." Umar berkata, "Sungguh telah kecewa dan merugilah orangyang berani berbuat demikian dari kalian terhadapnya. Apakah dia dapat menyelamatkan dirinya bila Allah murka terhadap dirinya karena murka Rasulullah? Sudah dapat dipastikan dia akan binasa. Dan kamu janganlah sekali-kali berani memprotes Rasulullah Saw. dan jangan pula kamu meminta sesuatu darinya, tetapi mintalah kamu kepadaku dari hartaku menurut apa yang kamu sukai. Dan jangan sekali-kali kamu teperdaya oleh madumu yang lebih cantik serta lebih dicintai oleh Rasulullah Saw. daripada kamu (maksudnya Aisyah)."
Umar melanjutkan kisahnya, "Dahulu aku mempunyai seorang tetangga dari kalangan Ansar, dan kami biasa siiih berganti turun menemui Rasulullah Saw. Di suatu hari gilirannya dan di hari yang lain giliranku. Maka tetangga­ku itu menyampaikan kepadaku tentang berita wahyu dan hal penting lainnya, begitu pula yang kulakukan kepadanya bila tiba giliranku."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa kami mendapat berita bahwa orang-orang Gassan sedang mempersiapkan pasukan berkuda untuk menyerang kami, berita ini menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan kami. Kemudian di suatu hari tiba giliran temanku itu untuk turun, kemudian di waktu isya ia datang dan langsung mengetuk pintu rumahku seraya memanggilku. Maka aku keluar menemuinya, dan ia langsung berkata, "Telah terjadi peristiwa yang besar." Aku bertanya memotongnya, "Apakah pasukan Gassan telah datang?" Lelaki Ansar tetangganya menjawab, "Bukan, tetapi peristiwanya lebih besar dan lebih panjang daripada itu. Rasulullah Saw. telah menceraikan istri-istrinya."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa Hafsah benar-benar telah kecewa dan merugi. Aku telah menduga kuat bahwa peristiwa ini pasti terjadi. Dan setelah ia menyelesaikan salat Subuhnya, lalu ia langsung turun dan menuju ke rumah Hafsah, kemudian masuk menemuinya yang saat itu Hafsah dijumpainya sedang menangis. Umar bertanya, "Apakah Rasulullah telah menceraikanmu?" Hafsah menjawab, "Tidak tahu, tetapi beliau sedang menyendiri di ruangan itu."
Maka aku (Umar) menemui pelayan beliau Saw. yang berkulit hitam dan kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin kepadanya buat Umar." Pelayan itu masuk untuk meminta izin, kemudian ia keluar lagi dan menemuiku, lalu berkata, "Aku telah menyebutkan namamu, tetapi beliau hanya diam." Maka aku pergi hingga sampai di mimbar. Ternyata di dekat mimbar terdapat sekumpulan orang-orang yang sedang duduk, sebagian dari mereka ada yang menangis. Maka aku duduk sebentar di tempat itu, kemudian aku tidak tahan lagi karena penasaranku, maka kudatangi lagi pelayan itu dan kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin masuk buat Umar." Maka pelayan itu masuk, kemudian keluar lagi dan mengatakan, "Aku telah menyebutkan namamu, tetapi beliau hanya diam saja."
Maka aku keluar lagi dan menuju ke mimbar, kemudian rasa penasaranku kembali mendorongku dengan dorongan yang kuat. Akhirnya kudatangi lagi pelayan itu dan kukatakan kepadanya, "Mintakanlah izin masuk buat Umar." Pelayan itu masuk, kemudian kembali lagi kepadaku dan mengatakan, "Aku telah sebutkan namamu, tetapi beliau masih diam saja." Akhirnya aku berpaling untuk pergi, tetapi tidak lama kemudian si pelayan itu memanggilku dan mengatakan, "Masuklah, beliau telah mengizinkanmu untuk menemuinya."
Aku masuk dan mengucapkan salam penghormatan kepada Rasulullah Saw. dan kujumpai beliau sedang bersandar pada tumpukan pasir yang beralaskan tikar.
Imam Ahmad mengatakan bahwa menurut apa yang diceritakan kepada kami oleh Ya'qub dalam hadis Saleh, tumpukan pasir yang diberi alas tikar, sedangkan anyaman tikar telah membekas pada lambung beliau Saw.
Maka kutanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah menceraikan istri-istrimu?" Rasulullah Saw. mengangkat kepalanya memandang ke arahku seraya menjawab, "Tidak." Aku berkata, "Allah Mahabesar. Wahai Rasulullah, sebagaimana yang engkau ketahui bahwa kita ini orang-orang Quraisy adalah suatu kaum yang tidak memberikan peran kepada wanita. Tetapi ketika kita tiba di Madinah, kita menjumpai .suatu kaum yang kaum wanita mereka mempunyai peran di kalangan mereka. Maka kaum wanita kita langsung belajar dari kaum wanita mereka. Dan di suatu hari aku marah terhadap istriku, tetapi tiba-tiba dia berani menjawabku, maka aku tidak suka dengan sikapnya itu. Tetapi ia berkata, "Mengapa engkau tidak suka dengan sikapku ini? Demi Allah, sesungguhnya istri-istri Nabi Saw. sendiri berani menentang beliau dan ada salah seorang dari mereka yang berani mendiamkannya hari ini sampai dengan malam harinya." Maka kukatakan kepadanya, "Sesungguhnya telah merugi dan kecewalah wanita yang berani berbuat demikian. Apakah seseorang dari kalian dapat menyelamatkan dirinya bila Allah murka karena murka Rasulullah Saw. Dia pasti akan binasa."
Rasulullah Saw. tersenyum mendengar ceritaku, lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah menemui Hafsah dan telah kukatakan kepadanya, 'Jangan sekali-kali kamu terpengaruh oleh madumu yang lebih cantik dan lebih dicintai oleh Rasulullah Saw. daripadamu'." Rasulullah Saw. tersenyum lagi. Maka aku berkata kepadanya, "Aku merasa rindu kepada engkau, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. menjawab, "Ya."
Maka aku duduk dan kutengadahkan pandanganku ke atas rumah. Demi Allah, aku tidak melihat sesuatu pun di dalam rumah beliau sesuatu yang menarik pandanganku kecuali aku merasa segan dengan kedudukan beliau Saw. Lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah semoga Allah memberikan keluasan kepada umatmu. Karena sesungguhnya Dia telah memberi keluagan kepada orang-orang Persia dan orang-orang Romawi, padahal mereka tidak menyembah Allah."
Maka beliau Saw. bangkit dan duduk dengan tegak, lalu bersabda:
"أفي شك أنت يا بن الْخَطَّابِ؟ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا"
Hai Ibnul Khattab, apakah engkau berada dalam keraguan ? Mereka adalah suatu kaum yang disegerakan kepada mereka kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan dunia ini.
Maka aku berkata, "Mohonkanlah ampunan kepada Allah bagiku, ya Rasulullah." Tersebutlah bahwa beliau Saw. telah bersumpah tidak akan menggauli istri-istri beliau selama satu bulan, karena kemarahan beliau terhadap mereka, hingga Allah Swt. menegurnya.
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Syaikhain (Bukhari dan Muslim) telah meriwayatkannya melalui hadis Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ia tinggal selama satu tahun (di Madinah) dengan tujuan akan menanyakan kepada Umar ibnul Khattab tentang makna suatu ayat yang ia tidak mampu menanyakannya secara langsung karena segan kepadanya (Umar).TJingga Umar berangkat untuk menunaikan ibadah haji, dan Ibnu Abbas pun ikut berangkat bersamanya. Ketika kami berada dalam perjalanan pulang ke Madinah, di tengah jalan Umar turun di sebuah pohon Arak untuk menunaikan hajatnya.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu aku berdiri menunggunya sampai menyelesaikan hajatnya. Setelah selesai, aku berjalan bersamanya, maka kutanyakan kepadanya, "Wahai Amirul Mu’minin, siapakah dua orang wanita yang membangkang terhadap Nabi?"
Berikut ini menurut lafaz Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwa siapakah kedua wanita yang disebutkan dalam firman-Nya: dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi. (At-Tahrim: 4) Umar menjawab, "Aisyah dan Hafsah," kemudian disebutkan hingga akhir hadis dengan panjang lebar, dan sebagian dari mereka ada yang meringkasnya.
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar,'dari Sammak ibnul Walid Abu Zamil, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab yang mengatakanbahwa ketika Nabi Allah memisahkan diri dari istri-istrinya, aku masuk ke dalam masjid, tiba-tiba kulihat orang-orang sedang diam menundukkan pandangan mereka, lalu mereka berkata bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya. Demikian itu terjadi sebelum ada perintah untuk berhijab. Maka aku berkata pada diriku sendiri, "Aku benar-benar akan memberitahukan (masalah hijab itu) kepada beliau hari ini." Kemudian disebutkan dalam hadis ini kisah masuknya Umar menemui Aisyah dan Hafsah serta nasihat Umar kepada keduanya.
Kemudian dilanjutkan bahwa aku (Umar) masuk dan aku bersua dengan Rabah (pelayan Rasulullah Saw.) sedang berdiri di depan pintu ruangan tamu. Maka aku panggil dia dan kukatakan kepadanya, "Hai Rabah, mintakanlah izin masuk kepada Rasulullah Saw. untukku." Lalu disebutkan kisah seperti yang^erdapat pada hadis sebelumnya. Hingga sampai pada perkataan Umar yang mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang memberatkanmu tentang urusan istri-istrimu itu. Jika engkau ceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah bersamamu, dan juga para malaikat-Nya, Jibril, Mikail, aku sendiri, Abu Bakar, dan semua orang mukmin bersamamu." Setiap kalimat yang kukatakan selalu berharap semoga Allah menurunkan wahyu yang membenarkan perkataanku. Pada akhirnya turunlah ayat ini, yaitu ayat Takhyir: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu. (At-Tahrim: 5) Dan firman-Nya: dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (At-Tahrim: 4)
Maka kukatakan kepada beliau, "Apakah engkau telah menceraikan mereka?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak." Maka aku berdiri di pintu masjid, dan aku serukan dengan sekuat suaraku bahwa Nabi Saw. tidak menceraikan istri-istrinya. Dan turunlah pula ayat ini, yaitu firman-Nya:
{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ}
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). (An-Nisa: 83)
Maka aku adalah orang yang mengulas berita peristiwa tersebut.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Muqatil ibnu Hayyan, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
*******************
{وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ}
dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4)
Yakni Abu Bakar dan Umar; Al-Hasan Al-Basri menambahkan, juga Usman.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4) Bahwa yang dimaksud adalah Ali ibnu Abu Talib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far ibnu Muhammad ibnul Husain yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang berpredikat siqah, ia me-rafa'-kannya sampai kepada Ali r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: dan orang-orang mukmin yang baik. (At-Tahrim: 4) Bahwa orang itu adalah Ali ibnu Abu Talib. Sanad hadis ini daif, dan dinilai munkar sekali.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Humaid, dari Anas yang mengatakan bahwa Umar telah mengatakan bahwa istri-istri Nabi Saw. berkumpul dalam kasus kecemburuan mereka terhadap beliau Saw. Maka kukatakan kepada mereka, "Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu.” Maka turunlah ayat ini. Dan dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan bahwa Umar acapkali bersesuaian dengan wahyu dalam berbagai tempat (kejadian); antara lain ialah turunnya ayat hijab, lalu mengenai para tawanan Perang Badar, dan yang lainnya ialah ucapan Umar sehubungan dengan maqam Ibrahim, "Sebaiknya engkau jadikan sebagian dari maqam Ibrahim tempat salat," lalu turunlah firman Allah Swt.: Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat. (Al-Baqarah: 125)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa telah sampai kepadanya suatu berita yang terjadi di antara Ummahatul Mu’minin dan Nabi Saw. Maka ia menasihati mereka seorang demi seorang. Umar mengatakan kepada mereka, "Sungguh kamu harus menghentikan sikap kamu terhadap Rasulullah Saw. yang demikian, atau benar-benar Allah akan memberikan ganti kepadanya dengan istri-istri lain yang lebih baik daripada kamu." Hingga sampailah Umar kepada Ummahatul Mu’minin yang terakhir, tetapi ia disanggahnya dengan ucapan, "Hai Umar, ingatlah, Rasulullah Saw. sendiri tidak menasihati istri-istrinya terlebih kamu." Akhirnya Umar diam, dan turunlah firman-Nya: Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)
Wanita yang menyanggah Umar dalam riwayat ini saat Umar menasihatinya adalah Ummu Salamah r.a. Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuNa-ilah Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Ismail Al-Bajali, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Sinan, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah). (At-Tahrim: 3) Bahwa Hafsah memasuki rumahnya untuk menemui Nabi Saw. dan ia menjumpai Nabi Saw. sedang menggauli Mariyah. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Jangan kamu ceritakan kepada Aisyah, maka aku akan memberimu suatu berita gembira. Sesungguhnya ayahmu akan menjadi khalifah sesudah Abu Bakar jika aku telah tiada. Maka Hafsah pergi dan menceritakan kejadian itu kepada Aisyah. Maka Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw., Siapakah yang memberitahu­mu hal itu (kekhalifahan Umar sesudah Abu Bakar)?" Nabi Saw. menjawab: Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (At-Tahrim: 3)
Aisyah r.a. berkata, "Aku tidak mau memandangmu sebelum engkau mengharamkan Mariyah atas dirimu," akhirnya beliau Saw. mengharam­kannya atas dirinya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan. (At-Tahrim: 1), hingga ayat berikutnya.
Akan tetapi, hadis ini ditinjau dari segi sanadnya perlu diteliti kembali karena telah jelas dari apa yang telah kami kemukakan mengenai tafsir ayat-ayat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ}
yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadat. (At-Tahrim: 5)
Maknanya sudah jelas dan tidak perlu diterangkan lagi.
{سَائِحَاتٍ}
yang berpuasa. (At-Tahrim: 5)
Menurut Abu Hurairah, Aisyah, Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Abu Malik, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, dan lain-lainnya disebutkan ahli puasa.
Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan sebuah hadis marfu' sehubungan dengan makna lafaz ini dalam tafsir firman-Nya, "Assaihun, " tepatnya dalam tafsir surat At-Taubah, lafaz hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:
"سياحةُ هَذِهِ الْأُمَّةِ الصيامُ".
Siyahah umat ini adalah puasa.
Lain pula dengan Zaid ibnu Aslam dan putranya. Keduanya mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang berhijrah. Lalu Abdur Rahman membaca firman-Nya: yang melawat. (At-Taubah: 112) Yakni yang berhijrah. Akan tetapi, pendapat pertamalah yang paling utama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا}
yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)
Maksudnya, di antara mereka ada yang janda dan ada pula yang perawan, agar penganekaragaman ini lebih menambah dorongan selera dan lebih menyenangkan hati beliau. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu’jamul Kabir­nya, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Sadaqah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Umayyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Quddus, dari Saleh ibnu Hayyan, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya sehubungan dengan makna firman-Nya: yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5) Bahwa Allah telah menjanjikan kepada Nabi-Nya melalui ayat ini, Dia akan mengawinkannya dengan Asiah bekas istri Fir'aun yang janda, dan yang perawan adalah Maryam binti Imran.
Al-Hafiz Ibnu Asakir dalam biografi Maryam a.s. telah meriwayatkan melalui jalur Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saleh ibnu Umar, dari Ad-Dahhak dan Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Jibril datang kepada Rasulullah Saw., lalu lewatlah Khadijah. Maka Jibril berkata, "Sesungguhnya Allah menitipkan salam buatnya, dan menyampaikan berita gembira kepadanya dengan sebuah gedung di dalam surga yang jauh dari keramaian, tiada kericuhan dan tiada kegaduhan padanya, gedung itu terbuat dari mutiara yang dilubangi. Terletak di antara gedung milik Maryam binti Imran dan gedung milik Asiah binti Muzahim."
Dan dari hadis Abu Bakar Al-Huzali, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa Nabi Saw. masuk (menemui) Khadijah yang saat itu sedang menjelang kematiannya, lalu beliau Saw. bersabda:
"يَا خَدِيجَةُ، إِذَا لَقِيتِ ضَرَائِرَكِ فَأَقْرِئِيهِنَّ مِنِّي السَّلَامَ". فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ تَزَوَّجْتَ قَبْلِي؟ قَالَ: "لَا"، وَلَكِنَّ اللَّهَ زَوَّجَنِي مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ، وَآسِيَةَ امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ، وَكُلْثُمَ أُخْتَ مُوسَى".
"Hai Khadijah, apabila engkau bersua dengan madu-madumu, maka sampaikanlah kepada mereka salam dariku.” Khadijah bertanya, , "Apakah engkau pernah kawin sebelum denganku, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. menjawab, "Belum, tetapi Allah telah mengawinkan aku dengan Maryam binti Imran dan Asiah istri Fir'aun serta Kalsum saudara perempuan Musa.”
Hadis ini daif.
قَالَ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَرْعَرَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ النُّورِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أُعْلِمتُ أَنَّ اللَّهَ زَوَّجَنِي فِي الْجَنَّةِ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ، وَكُلْثُمَ أُخْتَ مُوسَى، وَآسِيَةَ امْرَأَةَ فِرْعَوْنَ". فَقُلْتُ: هَنِيئًا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ur'urah, telah menceritakan kepada kami Abdun Nur ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Syu'aib. dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku telah diberi tahu bahwa Allah akan mengawinkanku di surga dengan Maryam binti Imran, Kalsum saudara perempuan Musa, dan Asiah bekas istri Fir'aun. Maka aku berkata, "Kuucapkan selamat kepada engkau, wahai Rasulullah."
Hadis ini lemah pula, dan telah diriwayatkan pula secara mursal dari Ibnu Abu Daud.

66 Tafsir Surat At-Tahrim Ayat 6-8 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

4:54 PM Add Comment


At-Tahrim, ayat 6-8


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (7) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8) }
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Hai orang­ orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka sambil mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari seorang lelaki, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Makna yang dimaksud ialah didiklah mereka dan ajarilah mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Yaitu bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah.
Qatadah mengatakan bahwa engkau perintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan engkau cegah mereka dari perbuatan durhaka terhadap­Nya. Dan hendaklah engkau tegakkan terhadap mereka perintah Allah dan engkau anjurkan mereka untuk mengerjakannya serta engkau bantu mereka untuk mengamalkannya. Dan apabila engkau melihat di kalangan mereka terdapat suatu perbuatan maksiat terhadap Allah, maka engkau harus cegah mereka darinya dan engkau larang mereka melakukannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya—baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya — hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi.
Semakna dengan ayat ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi melalui hadis Abdul Malik ibnur Rabi' ibnu Sabrah, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ، فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا"
Perintahkanlah kepada anak untuk mengerjakan salat bila usianya mencapai tujuh tahun; dan apabila usianya mencapai sepuluh tahun, maka pukullah dia karena meninggalkannya.
Ini menurut lafaz Abu Daud. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Imam Abu Daud telah meriwayatkan pula melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah Saw. hal yang semisal. Ulama fiqih mengatakan bahwa hal yang sama diberlakukan terhadap anak dalam masalah puasa, agar hal tersebut menjadi latihan baginya dalam ibadah, dan bila ia sampai pada usia balig sudah terbiasa untuk mengerjakan ibadah, ketaatan, dan menjauhi maksiat serta meninggalkan perkara yang mungkar.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ}
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6)
Waqud artinya bahan bakarnya yang dimasukkan ke dalamnya, yaitu tubuh-tubuh anak Adam.
{وَالْحِجَارَةُ}
dan batu. (At-Tahrim: 6)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan batu adalah berhala-berhala yang dahulunya dijadikan sesembahan, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ}
Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahanam. (Al-Anbiya: 98)
Ibnu Mas'ud, Mujahid, Abu Ja'far Al-Baqir, dan As-Saddi mengatakan bahwa batu yang dimaksud adalah batu kibrit (fosfor).
Mujahid mengatakan bahwa batu itu lebih busuk baunya daripada bangkai.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini, dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sinan Al-Minqari, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Daud) yang mengatakan bahwa telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) sedangkan di hadapan beliau terdapat para sahabatnya yang di antara mereka terdapat seorang yang sudah lanjut usianya, lalu orang tua itu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah batu Jahanam sama dengan batu dunia?"Nabi Saw. menjawab:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَصَخرة مِنْ صَخْرِ جَهَنَّمَ أعظمُ مِنْ جبَال الدُّنْيَا كُلِّهَا".
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya sebuah batu Jahanam lebih besar daripada semua gunung yang ada di dunia.
Lalu orang tua itu jatuh pingsan karena mendengarnya, maka Nabi Saw. meletakkan tangannya di jantung orang tua itu dan ternyata masih berdegup, berarti dia masih hidup. Maka beliau Saw. menyerunya (menyadarkannya) seraya bersabda, "Hai orang tua, katakanlah, 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah'." Maka orang tua itu membacanya sepuluh kali, dan Nabi Saw. menyampaikan berita gembira masuk surga kepadanya. Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di antara kita?" Rasulullah Saw. mengiakan dan beliau membaca firman-Nya:
{ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ}
Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan takut kepada ancaman-Ku. (Ibrahim: 14)
Hadis ini mursal lagi garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
{عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ}
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. (At-Tahrim: 6)
Yakni watak mereka kasar dan telah dicabut dari hati mereka rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang kafir kepada Allah. Merekajuga keras, yakni bentuk rupa mereka sangat keras, bengis, dan berpenampilan sangat mengerikan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa apabila permulaan ahli neraka sampai ke neraka, maka mereka menjumpai pada pintunya empat ratus ribu malaikat penjaganya, yang muka mereka tampak hitam dan taring mereka kelihatan hitam legam. Allah telah mencabut dari hati mereka rasa kasih sayang; tiada kasih sayang dalam hati seorang pun dari mereka barang sebesar zarrah pun. Seandainya diterbangkan seekor burung dari pundak seseorang dari mereka selama dua bulan terus-menerus, maka masih belum mencapai pundak yang lainnya. Kemudian di pintu itu mereka menjumpai sembilan belas malaikat lainnya, yang lebar dada seseorang dari mereka sama dengan perjalanan tujuh puluh musim gugur. Kemudian mereka dijerumuskan dari satu pintu ke pintu lainnya selama lima ratus tahun, dan pada tiap-tiap pintu neraka Jahanam mereka menjumpai hal yang semisal dengan apa yang telah mereka jumpai pada pintu pertama, hingga akhirnya sampailah mereka ke dasar neraka.
Firman Allah Swt.:
{لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ}
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan­Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahrim: 6)
Maksudnya, apa pun yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka, maka mereka segera mengerjakannya tanpa terlambat barang sekejap pun, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakannya: tugas apa pun yang dibebankan kepada mereka, mereka tidak mempunyai kelemahan. Itulah Malaikat Zabaniyah atau juru siksa, semoga Allah melindungi kita dari mereka.
Firman Allah Swt.:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. (At-Tahrim: 7)
Yaitu dikatakan kepada orang-orang kafir kelak di hari kiamat, bahwa janganlah kalian mengemukakan alasan, karena sesungguhnya tidak akan diterima hal itu dari kalian, dan tidaklah kalian dibalasi melainkan menurut apa yang telah kalian perbuat. Dan sesungguhnya pada hari ini kalian hanya dibalasi menurut amal perbuatan kalian. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا}
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8)
Yakni tobat yang sebenar-benarnya lagi pasti, maka akan terhapuslah semua kesalahan yang terdahulu. Dan tobat yang sebenarnya dapat merapikan diri pelakunya dan menyegarkannya kembali serta menjadi benteng bagi dirinya dari mengerjakan perbuatan-perbuatan yang rendah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak ibnu Harb, bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man ibnu Basyir mengatakan dalam khotbahnya bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab r.a. membaca firman-Nya Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Lalu Umar mengatakan bahwa seseorang melakukan perbuatan dosa, kemudian tidak mengulanginya lagi.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Sammak, dari An-Nu'man, dari Umar yang mengatakan bahwa tobat nasuha ialah bila seseorang bertobat dari perbuatan dosa, kemudian tidak mengulanginya lagi, atau tidak berkeinginan mengulanginya lagi.
Abul Ahwas dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Sammak, dari An-Nu'man, bahwa Umar pernah ditanya tentang tobat nasuha. Maka Umar menjawab, "Tobat yang nasuha ialah bila seseorang bertobat dari perbuatan buruk, kemudian tidak mengulanginya lagi selama-lamanya."
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan tobat yang semurni-murninya. (At-Tahrim: 8) Bahwa seseorang bertobat (dari perbuatan dosanya), kemudian tidak mengulanginya lagi.
Hal ini telah diriwayatkan secara marfu';
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمُ الهَجَري، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "التَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ أَنْ يَتُوبَ مِنْهُ، ثُمَّ لَا يَعُودُ فِيهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tobat dari dosa ialah bila seseorang bertobat darinya, kemudian tidak mengulanginya lagi.
Hadis diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Ahmad melalui jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, sedangkan dia orangnya daif, dan riwayat yang mauquf lebih sahih predikatnya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Karena itu, para ulama mengatakan bahwa tobat yang murni ialah bila seseorang menghentikan dirinya dari perbuatan dosa di saat itu juga, kemudian ia menyesali apa yang telah dilakukannya di masa lalu, dan bertekad di masa mendatang ia tidak akan mengerjakan hal itu lagi.
Kemudian jika hak yang dilanggarnya berkaitan dengan hak Adami, maka ia diharuskan mengembalikannya dengan cara yang berlaku.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Abdul Karim, telah menceritakan kepadaku Ziad ibnu Abu Maryam, dari Abdullah ibnu Mugaffal yang mengatakan bahwa ia masuk bersama ayahnya ke rumah Abdullah ibnu Mas'ud. Kemudian ia bertanya, "Apakah engkau pernah mendengar Nabi Saw. bersabda bahwa penyesalan itu adalah tobat?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Ya." Di lain kesempatan ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar beliau Saw. bersabda:
"النَّدَمُ تَوْبَةٌ".
Penyesalan adalah tobat.
Demikianlah menurut riwayat Imam Ibnu Majah dari Hisyam ibnu Ammar, dari Sufyan ibnu Uyainah, dari Abdul Karim alias Ibnu Malik Al-Jazari dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Bukair Abu Janab, dari Abdullah ibnu Muhammad Al-Abdi, dari Abu Sinan Al-Basri, dari Abu Qilabah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada kami (para sahabat) banyak hal yang akan terjadi di penghujung umat ini di saat kiamat telah dekat. Antara lain lelaki menyetubuhi istrinya atau budak perempuannya pada liang anusnya. Yang demikian itu termasuk perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, juga dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Antara lain lelaki mengawini sesamajenisnya, yang demikian itu merupakan perbuatan yang diharamkan dan dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan antara lain ialah perempuan mengawini sesamajenisnya, padahal yang demikian itu merupakan perbuatan yang dimurkai dan diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak diterima salatnya selama masih tetap melakukan perbuatannya yang terkutuk itu, sampai mereka bertobat kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Zur mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Ubay ibnu Ka'b, "Apakah yang dimaksud dengan tobat yang semurni-murninya?" Maka Ubay ibnu Ka'b menjawab, bahwa ia pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw., dan Rasulullah Saw. menjawab:
"هُوَ النَّدَمُ عَلَى الذَّنْبِ حينَ يَفرطُ مِنْكَ، فتستغفرُ اللَّهَ بِنَدَامَتِكَ مِنْهُ عِنْدَ الْحَاضِرِ، ثُمَّ لَا تَعُودُ إِلَيْهِ أَبَدًا"
Penyesalan atas perbuatan dosa manakala kamu telah mengerjakannya, lalu kamu memohon ampunan kepada Allah dengan penyesalanmu itu di waktu seketika, kemudian kamu bertekad untuk tidak mengulanginya lagi selama-lamanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Amr ibnul Ala; ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa tobat yang semurni-murninya ialah bila kamu berbalik membenci dosa sebagaimana kamu menyukainya sebelum itu, lalu kamu memohon ampun kepada Allah bila kamu teringat kepadanya. Apabila seseorang telah bertekad untuk tobat dan meneguhkan pendiriannya pada tobatnya, maka sesungguhnya tobatnya itu dapat menghapus semua dosa yang sebelumnya. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis sahih, yaitu:
"الْإِسْلَامُ يَجُب مَا قَبْلَهُ، وَالتَّوْبَةُ تَجُبُّ مَا قَبْلَهَا"
Islam menghapuskan semua dosa yang sebelumnya, dan tobat menghapuskan dosa yang sebelumnya.
Apakah syarat tobat yang semurni-murninya itu mempunyai pengertian keberlangsungan dalam keadaan demikian sampai mati, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis dan asar, kemudian tidak mengulanginya lagi untuk selama-lamanya? Ataukah cukup hanya dengan tekad bahwa ia tidak akan memikirkan masa lalunya, hingga manakala ia terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa sesudah tobatnya itu, maka hal tersebut tidak mempengaruhi penghapusan dosa yang telah dilakukannya? Sebab makna umum yang terkandung di dalam sabda Nabi Saw. mengatakan: Tobat dapat menghapuskan dosa yang sebelumnya.
Bagi pendapat yang pertama, dalil yang menguatkannya disebutkan di dalam kitab sahih pula, yaitu:
"مَن أحسنَ فِي الْإِسْلَامِ لَمْ يُؤاخَذ بِمَا عَمِلَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَمَنْ أَسَاءَ فِي الْإِسْلَامِ أُخِذَ بِالْأَوَّلِ وَالْآخِرِ"
Barang siapa yang berbuat baik dalam Islam, maka ia tidak akan dihukum karena apa yang telah dilakukannya di masa Jahiliah. Dan barang siapa yang berbuat buruk dalam masa Islamnya, maka ia dihukum karena perbuatan buruk di masa awal dan akhirnya.
Untuk itu apabila hal ini dalam Islam lebih kuat daripada tobat, maka terlebih lagi dalam masalah tobat; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:
{عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ}
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahrim: 8)
Kalau lafaz 'asa yang artinya mudah-mudahan bila dari Allah berarti suatu kepastian.
{يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ}
pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia. (At-Tahrim: 8)
Yakni Allah tidak mengecewakan mereka yang bersama dengan Nabi di hari kiamat.
{نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ}
sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka. (At-Tahrim: 8)
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat Al-Hadid.
{يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
sambil mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (At-Tahrim: 8)
Mujahid, Ad-Dahhak, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa inilah perkataan orang-orang mukmin ketika mereka melihat di hari kiamat cahaya orang-orang munafik padam.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الطَالَقَانِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ حَسَّانَ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "اللَّهُمَّ، لَا تُخْزِنِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Hassan, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah yang mengatakan bahwa ia pernah salat di belakang Rasulullah Saw. pada hari penaklukan Mekah, lalu ia mendengar beliau Saw. membaca doa berikut, yaitu: Ya Allah, janganlah Engkau hinakan aku pada hari kiamat.
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ الْمَرْوَزِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، أَخْبَرَنَا ابْنِ لَهِيعة، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا ذَرٍّ وَأَبَا الدَّرْدَاءِ قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أنا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ فِي السُّجُودِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَأَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِرَفْعِ رَأْسِهِ، فأنظرُ بَيْنَ يَدَيّ فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَأَنْظُرُ عَنْ يَمِينِي فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ، وَأَنْظُرُ عَنْ شِمَالِي فَأَعْرِفُ أُمَّتِي مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ الْأُمَمِ. قَالَ: "غُرٌّ مُحجلون مِنْ آثَارِ الطُّهور وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ مِنَ الْأُمَمِ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ، وَأَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يؤتَون كُتُبَهُمْ بِأَيْمَانِهِمْ، وَأَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ، وَأَعْرِفُهُمْ بِنُورِهِمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ"
Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muqatil Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Jubair ibnu Nafir, bahwa ia pernah mendengar Abu Zar dan Abud Darda mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku adalah orangyang mula-mula diberi izin baginya untuk bersujud di hari kiamat, dan orang yang mula-mula diberi izin untuk mengangkat kepalanya, lalu aku memandang ke arah depanku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku melihat ke arah kananku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Dan aku memandang ke arah kiriku, maka aku mengenal umatku di antara umat-umat lainnya. Maka ada seorang lelaki yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah engkau mengenal umatmu di antara umat-umat lainnya?" Rasulullah Saw. menjawab: Anggota tubuh mereka kelihatan bercahaya kemilauan karena bekas air wudu, dan hal itu tidak dimiliki oleh seorang pun dari kalangan umat lain yang selain mereka. Dan aku mengenal mereka karena kitab-kitab catatan amal perbuatan mereka diberikan dari arah kanannya. Dan aku mengenal mereka melalui tanda yang ada pada kening mereka dari bekas sujudnya. Dan aku mengenal mereka karena nur (cahaya) nya bersinar di hadapan mereka.

66 Tafsir Surat At-Tahrim Ayat 9-10 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

4:53 PM Add Comment


At-Tahrim, ayat 9-10


{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (9) ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (10) }
Hai Nabiperangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)."
Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk berjihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Terhadap orang-orang kafir dengan memakai senjata dan perang, dan terhadap orang-orang munafik dengan menegakkan hukum-hukum Allah atas mereka.
{وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ}
dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Tahrim: 9)
Yaitu di dunia ini.
{وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Tempat mereka adalah neraka Jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (At-Tahrim: 9)
Maksudnya, di negeri akhirat.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا}
Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir. (At-Tahrim: 10)
Yakni dalam pergaulan mereka dengan kaum muslim —begitu pula sebaliknya— bahwa hal tersebut tidak membawa manfaat apa pun bagi mereka dan tidak dapat membela mereka di hadapan Allah, jika iman tidak meresap ke dalam hati mereka. Kemudian Allah Swt. menyebutkan perumpamaan itu melalui firman berikutnya:
{اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ}
seperti istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami. (At-Tahrim: 10)
Yaitu dua orang nabi lagi rasul yang selalu menemani keduanya dan menjadi teman hidup keduanya di siang dan malam hari. Keduanya teman semakan, teman seketiduran, dan teman sepergaulan, sebagaimana layaknya pergaulan antara suami dan istri.
{فَخَانَتَاهُمَا}
lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10)
Maksudnya, dalam hal keimanan; keduanya tidak seiman dengan suaminya masing-masing, dan tidak membenarkan pula kerasulan keduanya. Maka semuanya itu tidak dapat memberi manfaat apa pun bagi keduanya dan tidak dapat pula menyelamatkan keduanya dari hal-hal yang harus dihindari. Karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}
maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah. (At-Tahrim: 10)
karena keduanya kafir.
{وَقِيلَ}
dan dikatakan. (At-Tahrim: 10)
kepada kedua wanita itu.
{ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ}
Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). (At-Tahrim: 10)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{فَخَانَتَاهُمَا}
lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10)
Makna yang dimaksud bukanlah keduanya berbuat serong, melainkan berkhianat dalam masalah agama dan iman; karena sesungguhnya semua istri nabi di-ma'sum dari perbuatan yang keji (zina), mengingat kehormatan para nabi yang menjadi suami mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir surat An-Nur.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sulaiman ibnu Qarm, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Bahwa keduanya tidak berbuat serong (zina). Adapun pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Nuh ialah karena dia memberitahukan (kepada kaumnya) bahwa Nuh gila. Sedangkan pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Lut ialah karena dia memberi tahu kaumnya akan tamu-tamu lelaki suaminya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh kedua istri tersebut karena keduanya tidak seagama dengan suaminya masing-masing. Istrinya Nuh selalu mengintip rahasia Nuh; apabila ada seseorang dari kaumnya yang beriman, maka istrinya memberitahukan hal itu kepada orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dari kalangan kaumnya. Dan istrinya Lut, apabila Lut kedatangan seorang tamu lelaki, maka ia memberitahukan kepada penduduk kota yang senang dengan perbuatan keji (sodomi).
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa tiada seorang wanita pun dari istri seorang nabi yang berbuat serong (zina), melainkan pengkhianatan yang dilakukannya hanyalah dalam masalah agama. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Ayat yang mulia ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama untuk men-daif-kan hadis yang ditemukan di kalangan banyak ulama yang mengatakan:
مَنْ أَكَلَ مَعَ مَغْفُورٍ لَهُ غُفِرَ لَهُ
Barang siapa yang makan bersama orang yang telah diberi ampunan, maka diberikan ampunan baginya.
Hadis ini tidak ada pokok sumbernya, dan sesungguhnya hal ini hanyalah diriwayatkan dari sebagian orang-orang saleh yang menyebutkan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. dalam mimpinya, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau telah mengatakan bahwa barang siapa yang makan bersama-sama dengan orang yang diberi ampunan, maka diberikan ampunan baginya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, tetapi sekarang aku mengatakannya."

66 Tafsir Surat At-Tahrim Ayat 11-12 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

4:52 PM Add Comment


At-Tahrim, ayat 11-12


{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (11) وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ (12) }
Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir'aun, ketika ia berkata, "Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, " dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.
Ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk kaum mukmin bahwa tiada membahayakan mereka pergaulan mereka dengan orang-orang kafir, jika mereka mempunyai keperluan dengan orang-orang kafir, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
{لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً}
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. (Ali Imran: 28)
Qatadah mengatakan bahwa Fir'aun adalah orangyang paling melampaui batas dari kalangan penduduk bumi dan paling kafir di antara mereka.
Tetapi demi Allah, kekafiran suaminya itu tidak membahayakan istrinya karena ia selalu taat kepada Tuhannya, agar mereka mengetahui bahwa Allah Swt. adalah Hakim Yang Mahaadil, dia tidak menghukum seseorang melainkan karena dosanya sendiri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hafs Al-Aili, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Salman yang menceritakan bahwa istri Fir'aun disiksa di bawah terik matahari; apabila Fir'aun beranjak meninggalkannya, maka para malaikat menaunginya dengan sayap mereka, dan tersebutlah bahwa dalam siksaan yang dialaminya itu ia dapat melihat rumahnya di dalam surga. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ubaid ibnu Muhammad Al-Muharibi, dari Asbat ibnu Muhammad, dari Sulaiman At-Taimi dengan sanad yang sama.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Hisyam Ad-Dustuwa-i, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Buzah yang mengatakan bahwa istri Fir'aun bertanya, "Siapakah yang menang (dalam pertandingan itu)?" Maka dikatakan kepadanya, "Yang menang adalah Musa dan Harun." Lalu ia berkata, "Aku beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun." Maka Fir'aun memerintahkan agar istrinya itu ditangkap seraya berpesan kepada para prajuritnya, "Carilah batu besar oleh kalian yang kalian jumpai. Jika dia tetap pada pendapatnya, lemparkanlah batu besar itu kepadanya. Dan jika dia mencabut kembali ucapannya, maka dia tetap menjadi istriku." Ketika mereka mendatanginya, ia mengarahkan pandangannya ke langit dan dapat melihat calon tempat tinggalnya di surga, maka ia tetap teguh memegang pendapatnya. Kemudian roh di cabut dari jasadnya dan meninggal dengan tenang, lalu batu besar itu ditimpakan di atas tubuhnya yang sudah tidak bernyawa lagi.
Firman Allah Swt. yang menyitir ucapan istri Fir'aun:
{رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ}
Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. (At-Tahrim: 11)
Menurut para ulama, istri Fir'aun memilih tetangga sebelum memilih rumah. Hal yang semakna telah disebutkan dalam suatu hadis yang berpredikat marfu'.
{وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ}
dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya. (At-Tahrim: 11)
Yakni bebaskanlah aku darinya, karena sesungguhnya aku berlepas diri kepada Engkau dari semua perbuatannya.
{وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. (At-Tahrim: 11)
Wanita ini bernama Asiah binti Muzahim r.a.
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah yang mengatakan bahwa imannya istri Fir'aun melalui iman istri bendahara Fir'aun. Kisahnya bermula ketika istri bendahara duduk menyisiri rambut anak perempuan Fir'aun, lalu sisir yang digunakannya itu terjatuh, dan ia berkata, "Celakalah orang yang kafir kepada Allah." Maka anak perempuan Fir'aun bertanya kepadanya, "Apakah engkau punya Tuhan selain ayahku?" Istri bendahara menjawab, "Tuhanku, Tuhan ayahmu dan Tuhan segala sesuatu adalah Allah." Maka anak perempuan Fir'aun menamparnya dan memukulnya, lalu ia melaporkan hal itu kepada ayahnya.
Fir'aun memerintahkan agar istri bendahara ditangkap, lalu ia menanyainya, "Apakah engkau menyembah Tuhan lain selain aku?" Istri bendahara menjawab, "Ya. Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu adalah Allah, dan hanya kepada-Nya aku menyembah." Lalu Fir'aun menyiksanya dengan mengikat kedua tangan dan kedua" kakinya pada pasak-pasak dan melepaskan ular-ular berbisa untuk mengerumuninya. Istri bendahara dalam keadaan demikian hingga pada suatu hari Fir'aun datang dan berkata, "Apakah kamu mau menghentikan keyakinanmu itu?" Tetapi istri bendahara itu justru menjawab, "Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu adalah Allah."
Fir'aun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku akan menyembelih anak laki-lakimu yang terbesar di hadapanmu jika kamu tidak mau melakukan apa yang kuperintahkan." Ia menjawab, "Laksanakanlah apa yang ingin engkau putuskan." Akhirnya Fir'aun menyembelih anak laki-lakinya di hadapannya; dan sesungguhnya roh anak laki-lakinya menyampaikan berita gembira kepadanya dan mengatakan, "Hai Ibu, bergembiralah, sesungguhnya bagimu di sisi Allah ada pahala anu dan anu." Akhirnya ia tetap bersabar dan teguh dalam menghadapi siksaan itu.
Di hari yang lain Fir'aun datang, lalu mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya, maka ia menjawabnya dengan kata-kata yang sama. Kemudian Fir'aun menyembelih lagi putranya yang lain di hadapannya. Dan roh putranya itu menyampaikan berita gembira pula kepada ibunya seraya berkata, "Hai Ibu, bersabarlah, karena sesungguhnya bagimu di sisi Allah ada pahala yang besar sekali."
Ternyata istri Fir'aun mendengar pembicaraan roh kedua putra istri bendahara itu, akhirnya ia beriman. Lalu Allah mencabut nyawa istri bendahara Fir'aun itu dan menampakkan pahala dan kedudukannya serta kemuliaannya di sisi Allah di mata istrinya Fir'aun, sehingga keimanan istri Fir'aun bertambah kuat dan begitu pula keyakinannya.
Lalu Allah menampakkan keimanan istri Fir'aun kepada suaminya, maka Fir'aun berkata kepada para pemimpin kaumnya, "Bagaimanakah pengetahuan kalian tentang Asiah binti Muzahim?" Ternyata mereka memujinya. Maka Fir'aun berkata kepada mereka, "Sesungguhnya dia sekarang menyembah selainku." Mereka berkata kepada Fir'aun, "Kalau begitu, bunuh saja dia." Maka dibuatkanlah untuknya empat buah pasak, kemudian kedua tangan dan kaki Asiah diikatkan pada masing-masing pasak, lalu Asiah berdoa kepada Allah yang disitir oleh firman-Nya: Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. (At-Tahrim: 11)
Fir'aun datang menyaksikan ucapannya itu, lalu Asiah tertawa ketika menyaksikan rumahnya di surga. Maka Fir'aun berkata, "Tidakkah kalian heran dengan kegilaannya ini. Sesungguhnya kita menyiksanya, sedangkan dia tertawa." Maka Allah mencabut nyawa Asiah dan menempatkannya di dalam surga, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepadanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا}
dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya. (At-Tahrim: 12)
Yakni memelihara dan menjaga kehormatannya. Al-ihsan artinya memelihara kesucian dirinya dan kehormatannya.
{فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا}
maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami. (At-Tahrim: 12)
Yaitu melalui Malaikat Jibril, karena sesungguhnya Allah mengutus Jibril kepadanya dalam rupa seorang manusia yang sempurna, dan memerintahkan kepada Jibril agar meniupkan ke dalam baju kurungnya sekali tiup dengan mulutnya. Maka tiupan itu turun ke bawah dan memasuki farjinya, lalu terjadilah kehamilan karenanya, yaitu mengandung Isa a.s. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ}
maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya. (At-Tahrim: 12)
yakni beriman kepada takdir dan syariat-Nya.
{وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ}
dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (At-Tahrim: 12)
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي الْفُرَاتِ، عَنْ عِلْباء، عَنْ عِكْرِمة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: خَطّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعَةَ خُطُوطٍ، وَقَالَ: "أَتُدْرُونَ مَا هَذَا؟ " قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَفْضَلُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ: خَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ، وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ، وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Alba, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membuat suatu garis di tanah sebanyak empat garis, lalu bertanya, "Tahukah kalian apakah ini?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah Saw. bersabda: (ini menggambarkan) wanita-wanita ahli surga yang paling utama. (yaitu) Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiah binti Muzahim bekas istri Fir’aun.
Telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ، وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيلد، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيد عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ"
Banyak dari kaum lelaki yang mencapai kesempurnaan, tetapi tiada yang mencapai kesempurnaan dari kaum wanita selain Asiah binti Muzahim bekas istri Fir’aun, Maryam binti Imran, dan Khadijah binti Khuwalid. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah di atas kaum wanita sama dengan keutamaan makanan Sarid di atas makanan lainnya.
Kami telah menyebutkan jalur-jalur hadis-hadis ini berikut lafaz-lafaznya, dan telah kami bahas pula mengenainya dalam kisah Isa putra Maryam a.s. dalam kitab kami yang berjudul Al-Bidayah wan Niyahah; segala puji dan anugerah adalah milik Allah.
Telah kami sebutkan pula berita yang disebutkan di dalam hadis yang menyatakan bahwa Maryam dan Asiah binti Muzahim kelak akan menjadi istri-istri Nabi Saw. di dalam surga, yaitu pada tafsir firman-Nya:
{ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا}
yang janda dan yang perawan. (At-Tahrim: 5)
Demikianlah akhir tafsir surat At-Tahrim, segala puji dan anugerah bagi Allah semata.
**************************************
Akhir juz 28
**************************************
Rev. 03.06.2013