55 Tafsir Surat Ar-Rahmaan Ayat 14-25 - Tafsir Ibnu Katsir Terlengkap

12:32 PM


Ar-Rahman, ayat 14-25

{خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ (14) وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ (15) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (16) رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ (17) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (18) مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ (19) بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ (20) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (21) يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ (22) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (23) وَلَهُ الْجَوَارِي الْمُنْشَآتُ فِي الْبَحْرِ كَالأعْلامِ (24) فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (25) }

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Allah Swt. menyebutkan penciptaan manusia, bahwa Dia telah menciptakannya dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia telah menciptakan jin dari nyala api, yakni bagian yang paling ujung dari nyala api.

Demikianlah menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas; dan hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan, dan Ibnu Zaid. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dari nyala api. (Ar-Rahman: 15) Maksudnya, dari nyala api yang terbaik, yakni ujungnya yang biru.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dari nyala api. (Ar-Rahman: 15) Yaitu dari inti api; hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخَلَقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah digambarkan-Nya kepada kalian (yakni tanah liat).

Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Muhammad ibnu Rafi' dan Abdu ibnu Humaid, keduanya dari Abdur Razzaq dengan sanad yang sama.

Firman Allah Swt.:

{فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ}

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 16)

Tafsirnya sama dengan yang sebelumnya.

{رَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ وَرَبُّ الْمَغْرِبَيْنِ}

Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. (Ar-Rahman: 17)

Yakni kedua tempat terbitnya matahari di musim panas dan musim dingin, kedua tempat terbenamnya matahari di musim panas dan musim dingin. Dan dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:

{فَلا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ}

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari. (Al-Ma'arij: 40)

Demikian itu karena berbeda-bedanya tempat terbit mentari dan perpindahannya di setiap hari, di saat-saat kemunculannya kepada manusia. Dan dalam ayat yang lain disebutkan:

{رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}

(Dialah) Tuhan masyriq dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Al-Muzzammil: 9)

Inilah makna yang dimaksud, yaitu berbagai derajat arah masyriq dan berbagai derajat arah magrib. Dan mengingat adanya perbedaan yang terjadi pada masyriq dan magrib ini mengandung kemaslahatan bagi makhluk, baik jin maupun manusianya, maka dalam firman selanjutnya disebutkan:

{فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ}

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 18)

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

{مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ}

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang kemudian keduanya bertemu. (Ar-Rahman: 19)

Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa makna waltaqiyani ialah membiarkan keduanya mengalir.

Menurut Ibnu Zaid, Allah Swt. telah mencegah keduanya membaur dengan menjadikan pemisah yang menghalangi kedua air (asin dan tawar) membaur menjadi satu. Dan yang dimaksud dengan dua lautan ialah air asin dan air tawar. Air tawar adalah air yang terdapat di sungai-sungai yang ada di antara manusia. Pembahasan mengenainya telah kami sebutkan di dalam tafsir surat Al-Furqan, yaitu pada firman Allah Swt.:

{وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَحْجُورًا}

Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar, dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. (Al-Furqan: 53)

Ibnu Jarir dalam hal ini memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bahrain ialah lautan yang ada di langit dan lautan yang ada di bumi. Pendapat ini diriwayatkan dari Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Atiyyah, dan Ibnu Abza.

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa dikatakan demikian karena mutiara itu terjadi berkat pertemuan antara laut yang ada di langit dan laut yang ada di bumi.

Jika memang demikian, sudah barang tentu pengertian ini tidak di dukung oleh teks ayat yang menyebutkan:

{بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ}

antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. (Ar-Rahman: 20)

Yakni Allah telah menjadikan di antara keduanya dinding pembatas yang menghalangi keduanya dapat membaur, agar yang ini tidak mencemari yang itu, dan sebaliknya yang itu tidak mencemari yang ini sehingga dapat melenyapkan spesifikasi masing-masing yang diciptakan oleh Allah Swt. justru untuk tujuan tersebut. Dan jika dikatakan seperti itu, berarti tidak ada lagi dinding penghalang yang mencegah air langit dan air bumi untuk terpisah.

*******************

Firman Allah Swt.:

{يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ}

Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (Ar-Rahman: 22)

Yaitu kelompok masing-masing dari keduanya. Maka apabila hal tersebut dapat dijumpai pada salah satunya, itu sudah cukup. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

{يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ}

Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri. (Al-An'am: 130)

Sedangkan rasul-rasul itu hanyalah pada kalangan manusia secara khusus, bukan dari kalangan jin; dan ungkapan seperti ini dianggap sah secara mutlak.

Lu-lu- sudah dikenal, yaitu mutiara. Sedangkan marjan, menurut suatu pendapat adalah mutiara yang kecil-kecil, menurut Mujahid, Qatadah, Abu Razin, dan Ad-Dahhak. Dan menurut riwayat yang bersumber dari Ali, marjan adalah mutiara yang besar-besar lagi yang terbaik. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari sebagian ulama saleh oleh Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pendapat ini dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi telah meriwayatkannya dari seseorang yang menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ali, Mujahid, dan Murrah Al-Hamdani.

Menurut pendapat yang lain, marjan adalah sejenis permata yang berwarna merah. As-Saddi telah meriwayatkan dari Abu Malik, dari Masruq, dari Abdullah yang mengatakan bahwa marjan adalah permata yang berwarna merah. As-Saddi mengatakan bahwa marjan itu adalah permata dengan bahasa Persia. Adapun mengenai firman-Nya:

{وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا}

Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu dapat memakainya. (Fathir: 12)

Yakni protein hewani dari kedua air tersebut, yaitu air asin dan air tawar. Sedangkan perhiasan itu hanyalah didapat dari air asin saja, tidak didapat pada air tawar.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa tidak sekali-kali setetes air yang jatuh dari langit ke dalam laut, lalu mengenai kerang dan masuk ke dalamnya melainkan terjadilah mutiara karenanya. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah, tetapi ditambahkan bahwa 'jika tidak terjatuh di dalam kerang, maka air dari langit itu akan menumbuhkan anbarah'. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal melalui berbagai jalur dari Ibnu Abbas.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa apabila langit menurunkan hujannya dan kerang-kerang yang ada di laut membukakan katupnya, maka tidak sekali-kali ada setetes air hujan yang masuk ke dalamnya melainkan akan menjadi mutiara. Sanad asar ini sahih.

Mengingat mutiara dan marjan dapat dijadikan sebagai perhiasan dan merupakan nikmat bagi penduduk bumi, dan itu merupakan karunia dari Allah Swt. untuk mereka, maka disebutkanlah dalam firman berikutnya:

{فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ}

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 23)

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

{وَلَهُ الْجَوَارِ الْمُنْشَآتُ}

Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya. (Ar-Rahman: 24)

Yakni kapal-kapal yang berlayar.

فِي الْبَحْرِ

di lautan lepas. (Ar-Rahman: 24)

Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan munsya-at ialah kapal yang mempunyai layar yang tinggi (yakni berbadan besar dan lebar), sedangkan kapal yang tidak demikian keadaannya bukan dinamakan munsya-at. Qatadah mengatakan bahwa munsya-at artinya yang diciptakan, sedangkan selainnya mengatakan perahu tradisional.

{كَالْأَعْلَامِ}

laksana gunung-gunung. (Ar-Rahman: 24)

Yaitu seperti gunung-gunung pemandangannya karena besar dan tingginya, dan karena apa yang dimuatnya berupa barang-barang dagangan dan barang-barang kebutuhan yang diekspor dan diimpor dari suatu kawasan ke kawasan yang lain untuk keperluan manusia. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:

{فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ}

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 25)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Al-Aizar ibnu Suwaid, dari Umrah ibnu Suwaid yang mengatakan bahwa ia pernah bersama Ali ibnu Abu Talib r.a. di tepi Sungai Furat, tiba-tiba datanglah sebuah perahu yang tinggi layarnya, lalu Ali duduk di atas permadani yang dihamparkan untuknya. Kemudian ia mengatakan bahwa Allah Swt. telah berfirman: Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. (Ar-Rahman: 24) Tuhan Yang telah menciptakannyalah yang membuatnya dapat berlayar di lautan ciptaan-Nya. Aku tidak membunuh Usman dan tidak pula bersekongkol untuk membunuhnya.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »